Pelaku: pelaku yang menyebarkan informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan illegal content dapat perseorangan
atau badan hukum, sesuai isi Pasal 1 angka 21 UU ITE bahwa “Orang adalah orang
perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga Negara asing, maupun badan
hukum”. Keberadaan Badan Hukum diperjelas kembali dalam Pasal 52 ayat (4) UU
ITE bahwa Korporasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 sampai Pasal 37 UU ITE, termasuk menyebarkan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang bermuatan illegal content dikenakan pemberatan pidana
pokok ditambah dua pertiga.
Peristiwa: perbuatan penyebaran
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik seperti dalam Pasal 27 sampai
Pasal 29 harus memenuhi unsur:
a. Illegal Content seperti
penghinaan, pencemaran nama baik, pelanggaran kesusilaan, berita bohong,
perjudian, pemerasan, pengancaman, menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu, ancaman kekerasan atau menakut-nakuti secara pribadi
b. Dengan sengaja dan tanpa hak,
yakni dimaksudkan bahwa pelaku
mengetahui dan menghendaki secara sadar tindakannya itu dilakukan tanpa
hak. Pelaku secara sadar mengetahui dan
menghendaki bahwa perbuatan “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan”
dan/atau “membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik” adalah memiliki muatan melanggar kesusilaan. Dan tindakannya tersebut dilakukannya
tidaklegitimate interest.
Perbuatan pelaku berkaitan illegal
content dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Penyebaran informasi
elektronik yang bermuatan illegal content
b. Membuat dapat diakses
informasi elektronik yang bermuatan illegal content
c. Memfasilitasi perbuatan
penyebaran informasi elektronik, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
yang bermuatan illegal content (berkaitan dengan pasal 34 UU ITE).
Solusi pencegahan cyber crime
illegal content:
• Tidak memasang gambar yang dapat
memancing orang lain untuk merekayasa gambar tersebut sesuka hatinya
• Memproteksi gambar atau foto
pribadi dengan sistem yang tidak dapat memungkinkan orang lain mengakses secara
leluasa
• Melakukan modernisasi hukum pidana
nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi
internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
• Meningkatkan sistem pengamanan
jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
• Meningkatkan pemahaman serta
keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan
penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
• Meningkatkan kesadaran warga
negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut
terjadi
• Meningkatkan kerjasama antar negara, baik
bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime,
antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties yang
menempatkan tindak pidana di bidang telekomunikasi, khususnya internet, sebagai
prioritas utama.